Waspadai Meningitis, Jemaah Umrah dan Haji Indonesia Disarankan Vaksin



loading…

JAKARTA – Jemaah Haji Indonesia disarankan untuk vaksin sebelum beribadah. Pasalnya, berdasarkan data Kementerian Agama RI, ada 1.368.616 jemaah haji 2023 berusia dewasa dan lansia. Umumnya mereka memiliki penyakit komorbid, seperti riwayat penyakit jantung, asma, diabetes, hipertensi dan penyakit kronis lainnya.

Oleh karena itu, risiko gangguan kesehatan saat menjalani ibadah menjadi lebih tinggi, maka jemaah perlu persiapan dan perlindungan khusus untuk menjaga kondisi tubuh yang sehat agar ibadah berjalan lancar, aman dan nyaman.

Adapun sejumlah upaya dapat dilakukan untuk mengatasi risiko penyakit menular dan tidak menular menjelang haji. Beberapa di antaranya, mengonsumsi obat sesuai petunjuk dokter untuk jemaah umrah yang memiliki penyakit, menjalankan protokol kesehatan (perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS), minum air yang cukup dan asupan makanan dengan gizi seimbang.

Selain itu, demi memastikan ibadah haji dan umrah berjalan lancar dan jemaah tetap sehat, pemerintah Indonesia beserta berbagai instansi terkait rutin melakukan edukasi PHBS, pengecekan kesehatan, hingga vaksinasi sebelum keberangkatan.

Dorongan hingga imbauan vaksinasi juga dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi, sebab vaksinasi terbukti efektif untuk mencegah paparan penyakit menular, di antaranya vaksin meningitis dan influenza.

Ahli Neurologi Anak, Dr. dr. R. A. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)., mengungkapkan, berdasarkan data pada bulan Januari 2023, terdapat dua kasus meningococcal meningitis yang dilaporkan di Riyadh. Sedangkan pada tahun 2022, terdapat total 12 kasus meningococcal meningitis yang dilaporkan di seluruh Arab Saudi.

Meningitis atau radang selaput otak merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh penyakit meningokokus invasif (IMD). Gejala klinik spesifik dari penyakit ini ialah pasien merasakan sakit di kaki, dingin di tangan dan kaki, perubahan warna kulit abnormal seperti pucat atau bintik-bintik.

Namun, IMD berkembang pesat dari gejala non-spesifik, menyebabkan konsekuensi yang parah dan mengancam jiwa dalam waktu 15-24 jam. Bahkan, IMD sulit didiagnosis secara dini.

“Gejala non-spesifik terjadi dalam 4–12 jam, seperti demam, gelisah, gejala gastrointestinal, dan sakit tenggorokan. Dalam 12–15 jam, terjadi ruam hemoragik, nyeri leher, meningismus, fotofobia. Kondisi selanjutnya, pada 15–24 jam, terjadi kebingungan atau delirium, kejang, tidak sadarkan diri, hingga berisiko mengancam jiwa,” ujar Handry.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *