Jakarta (ANTARA) – Dalam proses jual beli properti di Indonesia, dua dokumen hukum yang sering digunakan adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Kedua dokumen ini memiliki peran penting dalam memastikan legalitas dan kepastian hukum dalam transaksi properti.
Meskipun keduanya terkait dengan transaksi properti, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya yang penting untuk dipahami oleh calon pembeli. Memahami perbedaan ini akan membantu pembeli dalam mengambil keputusan yang tepat dan menghindari potensi sengketa di kemudian hari.
Baca juga: Apa Itu pajak PBB? Ini pengertian dan cara bayarnya
Pengertian dan fungsi
1. PPJB
PPJB merupakan perjanjian awal antara penjual dan pembeli yang menyatakan komitmen untuk melakukan transaksi jual beli properti di masa depan. Dokumen ini biasanya digunakan ketika properti masih dalam tahap pembangunan atau pembayaran belum lunas.
Fungsi utama PPJB adalah mengikat kedua belah pihak agar tidak melakukan transaksi serupa dengan pihak lain sebelum AJB ditandatangani. Dengan demikian, PPJB memberikan kepastian hukum sementara bagi kedua pihak sebelum transaksi resmi disahkan melalui AJB.
2. AJB
Disisi lain AJB adalah dokumen resmi yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menyatakan bahwa hak milik atas properti telah berpindah dari penjual kepada pembeli. Dokumen ini menandai penyelesaian akhir dari proses jual beli properti.
AJB memiliki kekuatan hukum penuh dan digunakan sebagai dasar untuk pengurusan sertifikat baru di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh karena itu, keberadaan AJB sangat penting untuk memastikan legalitas kepemilikan properti secara sah di mata hukum.
Baca juga: Cara dan syarat balik nama sertifikat tanah
Kekuatan hukum
PPJB bersifat sebagai akta bawah tangan dan tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan AJB. Dokumen ini tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk pengalihan hak milik secara resmi. Sebaliknya, AJB adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum penuh dan menjadi bukti sah peralihan hak milik atas properti.
Waktu penggunaan
PPJB digunakan pada tahap awal transaksi, ketika properti belum siap diserahterimakan atau pembayaran belum lunas. Dokumen ini berfungsi sebagai komitmen awal antara penjual dan pembeli. AJB dibuat setelah semua persyaratan transaksi terpenuhi, seperti pelunasan pembayaran dan kesiapan dokumen legalitas properti.
Pihak yang membuat
PPJB dapat dibuat oleh notaris atau pihak lain yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Namun, AJB harus dibuat oleh PPAT yang memiliki kewenangan untuk menyusun akta otentik terkait peralihan hak atas tanah dan bangunan.
Dapat disimpulkan, memahami perbedaan antara AJB dan PPJB sangat penting bagi calon pembeli properti. PPJB berfungsi sebagai perjanjian awal yang mengikat kedua belah pihak sebelum transaksi resmi dilakukan, sementara AJB adalah dokumen resmi yang menyatakan peralihan hak milik atas properti.
Pastikan untuk berkonsultasi dengan notaris atau PPAT untuk memastikan semua proses dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan pemahaman yang tepat, calon pembeli dapat menghindari risiko hukum dan memastikan transaksi properti berjalan lancar serta aman.
Baca juga: Jababeka menargetkan penjualan lahan dan properti Rp2 triliun di 2024
Baca juga: Kementerian ATR/BPN: BPJS Kesehatan tak ubah skema jual beli tanah
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025