Hukum  

Perbedaan desersi dan desertir yang jadi sorotan di kasus Sertu Hendri



Jakarta (ANTARA) – Makna kata desersi dan desertir menjadi sorotan di jagad maya ketika rumah pelaku penembakan anggota Polisi Militer (PM) Serma Randi dan Sertu Hendri dikepung oleh gabungan petugas TNI dan Batalyon B Satuan Brimob Daerah Polda Bangka Belitung pada Senin, (13/1).

Sertu Hendri merupakan anggota TNI yang terakhir bertugas di Korem 042/Garuda Putih, Jambi, namun sudah tidak menjadi anggota TNI lagi, dan sudah desersi sejak 2023 berdasarkan putusan Pengadilan Militer di Palembang.

Awalnya, Sertu Hendri dilaporkan oleh istri sirinya pada Minggu (12/1) malam ke Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) Persiapan Belitung karena melakukan pengancaman.

Kemudian, ketika petugas hendak menyambangi rumah kontrakan Sertu Hendri, ia melawan dengan menyandera serta membawa kabur seorang personel Subdenpom Persiapan Belitung, Serma Randi menggunakan mobil miliknya.

Baca juga: Pelaku penembakan Polisi Militer di Belitung lolos dari kepungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, pengertian desersi antara lain: 1. Perbuatan lari meninggalkan dinas ketentaraan meninggalkan tugas atau jabatan secara sengaja dan permanen tanpa izin; dan 2. Pembelotan kepada musuh; perbuatan lari dan memihak kepada musuh. Sedangkan desertir adalah sebutan untuk orang yang melakukan desersi.

Desersi dapat dilakukan oleh anggota militer satuan TNI maupun kepolisian.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 Ayat 1 huruf a berbunyi: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Polri apabila meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 hari kerja secara berturut-turut.”

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) Pasal 87 Ayat (1) Ke-2, desersi yang berlangsung lebih dari batas 30 hari pada masa damai dan lebih dari empat hari pada masa perang, berpotensi dikenai hukuman pidana penjara.

Hukuman maksimal untuk masa damai adalah penjara selama dua tahun delapan bulan, sementara untuk masa perang, hukuman maksimal adalah penjara selama delapan tahun enam bulan.

Durasi tindak pidana desersi yang melebihi batas waktu ditentukan berdasarkan jumlah hari ketidakhadiran prajurit secara kumulatif. Ketidakhadiran prajurit kurang dari 31 (tiga puluh satu) hari tidak dikenai ketentuan Pasal 87 Ayat (1) Ke-2, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020.

Baca juga: Tim gabungan kepung pelaku penembakan anggota polisi militer

Baca juga: Anak korban penembakan bos rental mobil apresiasi Puspomal

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *