Jakarta (ANTARA) – Pemerintah semakin gencar memberantas peredaran rokok ilegal yang berdampak merugikan berbagai sektor, termasuk ekonomi dan kesehatan masyarakat. Langkah ini dianggap penting untuk melindungi penerimaan negara dari kebocoran pendapatan akibat produk tanpa cukai resmi.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang untuk menindak tegas para produsen dan pengedar rokok ilegal. Sanksi yang diterapkan bertujuan memberikan efek jera, sekaligus memastikan pelaku usaha mematuhi aturan yang berlaku.
Pelanggaran terkait produksi dan peredaran rokok ilegal tidak hanya berujung pada denda administratif, tetapi juga ancaman pidana bagi pelaku yang terbukti bersalah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, sanksi pidana dapat berupa hukuman penjara hingga delapan tahun.
Selain hukuman penjara, pelaku juga dihadapkan pada kewajiban membayar denda yang besarnya mencapai sepuluh hingga dua puluh kali lipat dari nilai cukai yang dihindari. Penegakan hukum yang tegas ini diharapkan mampu memberikan efek jera sekaligus mempersempit ruang gerak peredaran rokok ilegal di Indonesia.
Selain penerapan sanksi hukum, pemerintah juga meningkatkan intensitas operasi pasar guna memberantas peredaran rokok ilegal. Beberapa bulan terakhir, berbagai operasi berhasil mengungkap produksi dan distribusi rokok yang tidak dilengkapi pita cukai resmi. Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pelaku usaha untuk patuh pada peraturan yang ada.
Sanksi peredaran rokok ilegal
Berikut ini merupakan beberapa sanksi yang berlaku terhadap peredaran rokok ilegal
1. Pita cukai palsu
Pelaku dapat dijatuhi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 8 tahun, serta denda paling sedikit 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar, dan paling banyak 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (Pasal 55 huruf (b) UU No. 39 Tahun 2007)
2. Pita cukai bekas
Sanksi yang dikenakan adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 8 tahun, dengan denda paling sedikit 10 kali nilai cukai dan paling banyak 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (Pasal 55 huruf (c) UU No. 39 Tahun 2007)
3. Pita cukai berbeda
Sanksi administrasi berupa denda yang besarnya paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi. (Pasal 29 ayat 2a UU No. 39 Tahun 2007)
4. Tanpa pita cukai (Polas)
Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (Pasal 55 huruf (c) UU No. 38 Tahun 2007).
Peredaran rokok ilegal menyebabkan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Pada tahun 2023, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melaporkan bahwa potensi kehilangan penerimaan negara dari sektor cukai akibat produksi rokok ilegal di provinsi tersebut mencapai 6,87 persen, dengan kerugian yang diperkirakan mencapai Rp121,77 miliar.
Selain kerugian finansial, rokok ilegal sering kali diproduksi tanpa memperhatikan standar kesehatan yang ditetapkan. Banyak produk yang mengandung bahan kimia berbahaya atau tidak mencantumkan kadar kandungan pada kemasan, yang menambah risiko kesehatan bagi konsumen.
Pemerintah mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam memberantas rokok ilegal dengan melaporkan keberadaan produk tersebut kepada pihak berwenang. Dengan langkah-langkah tegas ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai sekaligus melindungi masyarakat dari dampak buruk konsumsi rokok ilegal.
Baca juga: Kenali ciri-ciri rokok ilegal
Baca juga: Bea cukai Makassar gagalkan peredaran 168 ribu rokok ilegal
Baca juga: Harga rokok naik di 2025, rokok ilegal makin diuntungkan?
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024